Site icon Wanita Indonesia

Arin Syiefa: Modal Cantik Saja Tidak Cukup!

Arin Syiefa: Modal Cantik Saja Tidak Cukup!

wanitaindonesia.coSuara Perempuan: Memasuki di era globalisasi seperti saat ini, baik berbicara pada tataran pendidikan, karir, hingga wilayah domestik, suka atau tidak, diakui atau tidak, perempuan dituntut untuk bisa menjadi individu yang berkualitas. Hal tersebut seperti dikatakan oleh Duta Wisata Kange Yune Kabupaten Bojonegoro, Diah Arinatus Afifah. Menurutnya, bahwasanya saat ini perempuan tidak akan cakap untuk bersaing jika hanya mengandalkan modal cantik secara fisik saja.

“Pendidikan tetaplah menjadi modal utama bagi kaum perempuan untuk memantaskan diri dan mampu tampil ataupun unjuk diri dalam ruang-ruang publik,” katanya kepada Suara Perempuan, Rabu (17/01/2018).

Gadis kelahiran Bojonegoro ini, juga menjelaskan, tidak ada ruang kompromi untuk menanggalkan aktivitas pendidikan hanya demi alasan merintis karir, atau sedang menekuni hobi. Meskipun banyak diantaranya anggapan datang bahwa tugas perempuan hanya macak, manak, masak, (berias, melahirkan, memasak, red), dirinya mengaku cuek dengan tudingan kolot tersebut.

“Tengoklah Dewi Sartika, bagaimana dirinya getol mendirikan sebuah sekolah perempuan, setelah ia dikeluar oleh sekolah semasa Pemerintahan Kolonial Belanda. Artinya apa, para pendahulu kita pun sedari awal sudah menentukan sikap bahwa, pendidikan merupakan modal penting bagi kaum hawa untuk tidak mendapatkan tindakan pelecehan atau bahkan direndahkan secara derajat,” cerita peraih penghargaan Puteri Muslimah Syar’i 2017 ini.

Masih dikatakan Arin, sapaan akrabnya, pendidikan tak hanya sebatas menggugurkan kewajiban untuk membuat orang tuanya bahagia melihat sang anak menjadi seorang sarjana. Namun lebih daripada itu, pendidikan menjadi ruang kultural yang mampu membentuk karakter diri seseorang, dan yang lebih penting adalah dapat mengenali secara gamblang akar kebudayaan sebuah bangsa. Terlebih saat ini, dirinya telah menjadi seorang publik figur, tentu dari segi perilaku, tutur kata, dan kapasitas pemikiran menjadi sorotan masyarakat secara luas.

Tak hanya dituntut menjadi cantik, mahasiswi salah satu sekolah tinggi swasta di Surabaya ini dengan tegas menyatakan, duta wisata juga harus cerdas.  Ketika ditanya perihal body shaming, ia mengatakan itu tidak menjadi penghalang baginya untuk meraih segala mimpi dan cita-cita, ia beranggapan komentar negatif yang datang dari orang lain, apalagi menyangkut soal fisik sebaiknya jangan dihiraukan, jadikan negative vibes tersebut sebagai bahan lecutan semangat dalam berproses.

“Sebagai seorang duta wisata, saya berkeyakinan bahwa tidak ada korelasi secara esensial bahwa, untuk dapat mengangkat pamor pariwisata khususnya di Bojonegoro hanya bermodalkan tubuh yang seksi serta paras yang cantik saja. Lebih dari itu, kami dituntut untuk bersaing, berfikir secara kreatif dan kolektif agar menemukan solusi bagaimana caranya meningkatkan daya saing secara SDM, sehingga dalam proses pengelolaannya para wisatawan tak jemuh utuk berkunjung ke sini,” tegas perempuan yang kini menginjak usia 21 tahun ini.

Di akhir perbincangan ia juga menambahkan, setelah secara aktif terjun dalam dunia pariwisata, dirinya merasa semakin banyak mempelajari hal baru. Mulai dari memahami karakter penduduk sekitar, kultur dan kearifan budayanya, hingga pelestarian lingkungan alamnya.

“Oleh karena itu, diperlukan sinergitas oleh semua stakeholder, mulai dari pemerintah, praktisi, akademisi, hingga masyarakat secara luas. Sinergitas seperti ini, dapat dilakukan jika kita mempunyai kapasitas berfikir logis tentang apa yang ingin dimanfaatkan, dan bagaimana cara melestarikannya. Karena, anak dan cucu kita kelak, juga memiliki hak yang sama dengan kita sekarang, yaitu menikmati hasil kekayaan dan keindahan dari tanah kelahirannya,” pungkasnya.

Exit mobile version