WanitaIndonesia.co, Jakarta – Maraknya perundungan pada anak yang terjadi di dunia daring dikarenakan minimnya literasi digital masyarakat Indonesia.
Anak bersama orang tua, keluarga inti dan tenaga pendidik harus memiliki pemahaman, serta pengetahuan saat berinteraksi dengan dunia daring.
Selain penting melakukan pengawasan saat mereka melakukan aktivitas melalui media daring agar anak-anak terlindungi dari ancaman kejahatan, serta perundungan.
Reny Haning Spesialis Perlindungan Anak dan Advokasi ChildFunda International di Indonesia menyampaikan, “Berdasarkan kajian eksploitasi, kekerasan seksual dan perundungan online di Indonesia yang diluncurkan CFI Desember 2022, eksploitasi seksual komersial anak berkembang menjadi berbagai modus operandi.”
“Selain produksi, kepemilikan dan distribusi materi pelecehan, serta eksploitasi seksual anak secara daring, namun telah diperluas menjadi live streaming, online grooming, serta pemerasan dan pemaksaan seksual, “jelas Reny.
“Childfund International di Indonesia memiliki kepedulian untuk mendidik, serta melindungi anak dari ancaman pada dunia daring. Melalui langkah strategis bersama jurnalis dalam memperkenalkan program Swipe Safe, yang didukung ChildFund dan Australia Government
bertujuan
untuk membentuk kultur digital yang positif.”
“Utamanya memandu anak, orang tua dan tenaga pendidik mengenai potensi risiko online. Serta pemberian ketrampilan praktis bagaimana melindungi diri mereka dari risiko eksploitasi seksual, kekerasan seksual, penipuan, serta peretasan, “imbuh Reny.
Sebanyak 5 dari 10 anak usia 13-24 tahun menjadi pelaku perundungan online. 6 dari 10 orang muda menjadi korban. Sebanyak 64,5% anak usia 13-15 tahun memiliki kerentanan tertinggi menjadi korban perundungan. Anak laki-laki dan perempuan berisiko menjadi pelaku atau korban. Namun anak laki-laki berpotensi tinggi menjadi pelaku, dan anak perempuan korban.
Sinergi ChildFund dengan industri Pers Indonesia bertujuan untuk mendorong pemberitaan ramah anak, karena Media berperan strategis dalam melindungi hak-hak anak korban, pelaku, serta saksi.
Ketua Forum Wartawan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rini Suryanti menyampaikan, “Insan Pers profesional sangat mengedepankan kaidah pemberitaan ramah anak yang mendapat perhatian penuh belakangan ini. Kode Etik Jurnalistik pemberitaan ramah anak memuat 12 aturan diantaranya tidak menampilkan foto anak korban, pelaku maupun saksi secara jelas.”
“Merahasiakan identitas anak korban maupun pelaku beserta nama orang tua, domisili, nama sekolah dan lain sebagainya, “pungkas Rini. (RP)