
WANITAINDONESIA.CO – Perhelatan akbar Insan Film Indonesia FFI Ke -45 sukses digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (Kamis, 20/11).
Aroma harum semerbak dari Puspawarna Sinema Indonesia mewarnai torehan prestasi karya anak negeri, serta penanda perjalanan kemampuan untuk membaca zaman para insan sineas Indonesia.
Tak tergoyahkan, FFI telah teruji lewat sejumlah tantangan sejak pertama kali diselenggarakan. Menandai 70 tahun perjalanan, FFI telah menjadi barometer prestasi, serta motor penggerak perkembangan perfilman nasional sejak pertama kali diselenggarakan di tahun 1955. Hingga kini di tahun 2025, menggenapi perhelatan yang ke – 45, FFI tetap yang terinovatif, serta terdepan dari banyaknya festival film serupa di Indonesia.
Pada malam Anugerah FFI 2025 para bintang, insan kreatif, serta sinema terbaik telah dinobatkan diantaranya:
- Film Cerita Panjang Terbaik:
Pangku. - Sutradara Terbaik :
Yandy Laurens, Sore: Istri dari Masa Depan. - Pemeran Utama Pria Terbaik:
Ringgo Agus Rahman Panggil Aku Ayah. - Perempuan Utama Perempuan Terbaik:
Sheila Dara Aisha, Sore: Istri Dari Masa Depan. - Pemeran Pria Pendukung Terbaik:
Omara Esteghlal : Pengepungan di Bukit Duri. - Pemeran Pendukung Wanita Terbaik:
Christine Hakim : Pangku. - Penulis Skenario Asli Terbaik:
Reza Rahadian, dan Felix K Nesi: Pangku. - Penulis Skenario Adaptasi Terbaik:
Widya Arifianto, dan Sabrina Rochelle Kalangie: Home Sweet Loan. - Film Dokumenter Terbaik:
Tambang Emas Ra Ritek. - Film Dokumenter Pendek Terbaik:
Sie. - Film Animasi Panjang Terbaik:
Jumbo. - Film Animasi Pendek Terbaik:
So I Pray. - Film Cerita Pendek Terbaik:
Sammi, Who Can Detach His Body Parts. - Pengarah Sinematografi Terbaik:
Ical Tanjung, I.C.S.: Pengepungan di Bukit Duri.

Rayakan Juga Dengan Circle
Memaknai kebahagiaan ihwal torehan prestasi tersebut, beberapa hari sebelum FFI 2025 diselenggarakan Wamen Kebudayaan Giring Djumaryo menitipkan pesan kepada ekosistem Film Indonesia. “Saya titip banget ya untuk merayakan puncak malam anugerah tersebut hanya semalam, esoknya para kandidat yang masuk nominasi, khususnya para pemenang agar dapat merayakan bersama circle-nya.
Ini saya pesankan karena sehebat apapun karya sinematografi tentangnya ada kerja kolektif, serta didukung oleh team work yang hebat. Sebutlah itu Script Writer, MUA, Wardrobe, Bagian Keuangan, hingga lini lainnya seperti supir yang memiliki peran yang tak kalah penting. Ihwal bangga menjadi sebuah tim tentunya tertanam di hati mereka, “ucap Giring.
“Walaupun belum pernah terlibat langsung di industri, tapi saya sangat merasakan betapa peran satu dengan lainnya saling terintegrasi.”
Saat mengucapkan kalimat tersebut Wamen Giring terlihat sangat antusias sekaligus terharu.
Sebagai salah satu pucuk pimpinan di Departemen yang menaungi industri kreatif Indonesia, dia menekankan pentingnya menjaga ekosistem yang solid, serta cair bagi keberadaan, dan keberlanjutan FFI Indonesia.
“Saya titip untuk merayakan kreativitas, dan inovasi Insan film Indonesia di circle-nya masing-masing. Lewat peran, dan jasa mereka juga, hadir beragam genre film Indonesia yang menginspirasi, mencerahkan, mengedukasi serta merawat budaya sebuah bangsa besar.”
“Saya tahu, dan menyadari untuk memproduksi sebuah film yang menginspirasi itu tak mudah. Idenya harus orisinal, out of the box. Tak cukup sampai di sini, juga harus didukung oleh talenta -talenta handal pada bidangnya masing-masing. Juga harus disupport investor. Team inti harus bisa meyakinkan investor bahwa film yang dibuat itu layak, bernilai komersial, serta memenuhi aspek lainnya bagi mereka untuk memberikan modal, “ujarnya.

Laskar Pelangi Merubah Jalan Hidup Wamen Giring
Wamen Giring menambahkan, “Masyarakat tentu memiliki kenangan mendalam, serta indah tentang film Laskar Pelangi besutan produser Mira Lesmana, dan Sutradara Riri Riza.”
Soundtrack film Laskar Pelangi merupakan debut pertama group band Nidji dalam berkolaborasi untuk pembuatan lagu di film.
Giring menerangkan, “Ada cerita menarik yang telah mengubah hidup saya, lewat kekuatan sebuah novel karya Andrea Hirata tersebut. Ceritanya waktu itu popularitas dalam genggaman, uang sangat mudah saya peroleh lewat bernyanyi, namun uang juga mudah pergi untuk hal-hal yang kontra produktif.”
“Ibu saya jengah mencoba menasehati lewat Novel Laskar Pelangi. Pesan beliau, saya harus membacanya hingga selesai lalu mencari ikhtibar dari bacaan tersebut. Saya langsung tersentuh usai membaca Laskar Pelangi. Betapa tidak jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar, dari pamor keartisan saya, ada sekelompok belia, anak-anak tangguh yang hidup dengan berbagai keterbatasan, seolah tak kalah, hanya meratapi nasib, “imbuhnya.
Giring melanjutkan, “Mereka kokoh, berjuang untuk mewujudkan mimpi dengan beragam kendala, serta tantangan. Saran ibu sangat ampuh untuk membuat saya sadar bahwa pencapaian yang saya raih harus dipertanggungjawabkan dengan berkarya lebih baik, tak terlena dengan gaya hidup hedon, serta mampu menjadi role model anak-anak muda lainnya. Kesemuanya pasti lebih bermakna. Lalu apa?, saya terharu, dan menangis.”
“Tak cukup sekali, novel Laskar Pelangi tersebut saya baca berulang-kali. Hingga muncul kesadaran bahwa saya harus tampil menebarkan semangat kebaikan. Saya kerap membawa novel tersebut di tengah jadwal manggung. Ketika berada di Bandara, saya angkat novel itu tinggi-tinggi. Kemudian berteriak ke teman-teman satu group band. “Kalian harus baca sendiri novel ini. Jika sampai ada yang mengadaptasi jalan ceritanya menjadi sebuah film, Group band kita yang harus membuat soundtracknya, “ucap Giring mengenang.
“Subhanallah, dua hari kemudian, keinginan yang menjadi doa saya pada waktu itu diijabah Allah SWT. Saya dihubungi oleh mbak Mira Lesmana. “Giring mau gak mengisi soundtrack film Laskar Pelangi?, tanya mbak Mira. Saya sempat speechless, dengan euforia, serta semangat saya bilang mau. Kemudian saya ceritakan bagaimana lewat kekuatan cerita Laskar Pelangi yang ditulis dalam narasi yang baik, mampu membuat hidup saya berubah. Serta banyak sanjung-puja membumi saya ungkapkan ke mbak Mira. Beliau sangat antusias mendengarnya. Dan kolaborasi-pun dimulai, “cetusnya.

Waktu subuh mendatang
Citra kau gelisah malam
Dalam kabut suram (Foto: Istimewa)
“Wow, ini tentunya menjadi momen epik dalam sejarah kehidupan saya. Karena menurut saya, film itu hanya tayang sebentar, namun film-film yang inspiratif memiliki kekuatan, serta efek dahsyat, dan juga lama dalam sebuah siklus kehidupan manusia. Terutama bagi manusia-manusia yang cerdas, yang mampu mengambil pelajaran dari sebuah cerita di film. Dan saya tersanjung, serta merasa bangga bisa terlibat di dalamnya, “jelas Giring.
Proses kreatif untuk menghasilkan soundtrack ternyata tak mudah. Film Laskar Pelangi menceritakan perjuangan anak-anak di Pulau terpencil Belitung. Mereka menggantungkan asa bagi cita-cita mereka setinggi bintang di tengah keterbatasan, serta tantangan.
“Saya harus lebih kreatif untuk menuliskan lirik, serta membuat syair yang menjadi DNA lagu yaitu penuh semangat, harapan, serta mimpi besar. Penonton yang menyaksikan filmnya, serta masyarakat yang mendengarkan lagu harus bangkit semangatnya untuk selalu antusias apapun tantangannya, untuk mewujudkan mimpi mereka. Karena setiap manusia itu harus memiliki mimpi, serta harus mampu mewujudkan mimpinya. Spirit lagu Laskar Pelangi itu relevan dengan setiap zaman khususnya untuk kalangan muda, “ucapnya.
“Nah, ketika berada di Surabaya, saya mendapatkan ide kreatif dari latar belakang sebuah padang rumput nan luas, di mana para laskar pelangi tersebut menghabiskan hari bermain, bercengkrama sembari sharing ihwal asa masa depan mereka, “jelas Giring.
“Hadir lirik pertama, “Mimpi adalah kunci, untuk menaklukkan dunia. Sungguh, saking antusiasnya terhadap projek ini, ide saya malah mandek hingga sebulan, terlebih dengan aktivitas show ke berbagai kota yang terbilang padat. Hingga ketika di Makassar, ide mengalir kembali untuk menyelesaikan reff. Ini-pun ada ceritanya. Waktu itu saya teringat cerita mereka mengikuti perlombaan lari, tapi tak berhasil memenangkannya, “cetusnya.

“Dari sini hadir lirik “Menarilah, dan terus tertawa, walau dunia tak seindah surga. Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia, selamanya.
Kemudian lewat kerja team yang apik, lirik tersebut tuntas, serta proses produksi selesai hingga menjadi sebuah soundtrack film berjudul Laskar Pelangi. Syairnya sangat menginspirasi setiap generasi, apapun zamannya. Bersyukur lagu Laskar Pelangi mendapatkan penghargaan di FFI, dan AMI Awards 2009, “jelas Giring.
Melihat, serta menyikapi perkembangan industri film Indonesia, Giring mengaku sangat bangga, serta antusias. Ia banyak mengungkapkan pujian bagi kehadiran Sineas-sineas muda berbakat, terucap harapan, serta beragam ide demi kemajuan industri film, yang telah ikut melambungkan namanya sebagai musisi pencipta lagu, dan penyanyi.
Menurutnya kekinian FFI tampil semakin bersinar, inklusif, yang menggambarkan keberagaman genre, juga lewat pendekatan artistik, serta kemampanan teknis, yang telah dicapai oleh industri film Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan turut memberikan dukungan penuh dengan memberikan penegasan bahwa film adalah ekspresi budaya yang harus terus dirawat, diapresiasi, serta dikembangkan secara berkelanjutan.
Giring menegaskan FFI merupakan wadah untuk merayakan seluruh insan perfilman, baik yang tampak di layar, maupun yang bekerja di belakang layar.
“Di balik film ada cinta, kerja keras, dan dedikasi dari begitu banyak pekerja kreatif. Mereka juga layak diapresiasi, serta dirayakan. Hari ini kita merayakan karya mereka, dan di luar sana masih ada ribuan cerita lain yang menunggu giliran untuk tampil di layar lebar, “pungkas Giring. (*)




