Yova Tri Yolanda “Bidadari” di Hati Anak-Anak Pasien Kanker Paliatif

Yova Tri Yolanda Psikolog pertama alumni NAPAK, Asa Bagi Pasien Kanker Paliatif ( Foto : Istimewa.)

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Tak banyak yang menyadari, serta mengetahui pergulatan batin pasien kanker paliatif pada anak-anak.

Dalam kondisi merapuh karena deraan penyakit, mereka butuh akses perawatan tepat waktu saat berobat ke Rumah Sakit, mau menjalankan pengobatan tak terputus, serta berhak untuk merasa ‘nyaman’ dengan kondisi penyakitnya tersebut.

Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut dibutuhkan tenaga medis dan penunjang Rumah Sakit yang memahami aspek psikis, psikologis, serta memahami tahapan prosedur perawatan kanker. Oleh karenanya, para pemangku kepentingan merasa perlu untuk menghadirkan para insan medis terlatih, berwawasan, serta memiliki kepekaan, berjiwa sosial terlatih.

Lewat NAPAK (Navigasi Pasien Kanker) kebutuhan pasien dalam memahami penyakit, istilah medis yang rumit, menjalankan pengobatan tepat waktu, dukungan, penghargaan, serta harapan bagi diri akan terwujud.

Pada perayaan kelulusan NAPAK angkatan pertama, WanitaIndonesia.co mewawancarai Yova Tri Yolanda, S.Psi.,M.Psi., psikolog RS Sardjito Yogyakarta.
Belia bernas ini menceritakan kiprahnya dalam mengayomi pasien kanker paliatif anak,
serta upaya berkelanjutan selaku alumni NAPAK. Ia juga merupakan orang yang berisiko menderita kanker dari riwayat keluarga. Tak gampang, patut diapreasi!.

“Paliatif menandakan pasien kanker sudah tidak lagi bisa menjalani tindakan kuratif dan akan mengikuti tindakan suportif hingga akhir hayat “terang Yova kelu. Sisi feminismenya diuji manakala melihat permata-permata tak berdosa itu harus melewatkan waktu, dengan beragam deraan rasa sakit yang tak terperi.

Kunjungan NAPAK, PIC dan Roche ke ACTREC Navy Mumbai (Foto : Istimewa.)

Redam Sakit dengan Pelukan

Sulit untuk dijelaskan seperti apa rasa sakitnya, dikarenakan mereka masih kecil, tak paham. Rasa sakit yang muncul secara berulang akhirnya membuat lidah mereka kelu untuk mengeluh. Hanya tatapan sayu, sertah keinginan diberikan pelukan untuk menguatkan jiwa-jiwa rapuh itu.

“Saat hendak ikut ujian dari pelatihan NAPAK, saya minta ijin ke pasien kecil itu, saya bilang untuk beberapa waktu kita tak bisa berjumpa secara fisik, tapi saya akan berupaya hadir lewat video call. Bocah mungil itu hanya terdiam, lalu mendekat memeluk saya. Hening, dan sedih, “kenang Yova.

Yova melanjutkan, “Tugas saya mendampingi pasien paliatif serta keluarga.
Saya selalu menyapa, menanyakan, atau lebih banyak bercerita dengan hal-hal menarik, menyenangkan, bahkan menyentuh agar mereka lupa sejenak ikhwal rasa sakit yang menderanya. Saya juga berupaya memfasilitasi keinginan-keinginan yang bisa dilakukan dari dalam kamar rumah sakit”.

Anak-anak tak begitu paham dengan penyakit yang dideritanya. Walau tak direspon maksimal, Yova paham kondisi psikis, serta kejiwaan mereka. “Tak berselang lama saat tiba di Jakarta, si anak itu ‘pergi’ bersama bidadari cantik yang menjemputnya. Sedih, pilu, berbalut rasa lega karena perjuangan melawan rasa sakit telah tunai, “kelu lidah Yova.

Teringat di awal, saat pasien tersebut datang, dan berobat.
Ia anak cerdas, berparas elok nan menggemaskan. Banyak yang jatuh hati, tapi sayang ia diajak berobat ketika penyakitnya sudah masuk stadium lanjut.

Pengobatan kanker akan menjadi lebih rumit, memakan waktu, serta biaya besar diluar pengobatan yang tak ditanggung oleh BPJS. Selain rasa sakit yang tak mereka pahami asal-usulnya. Anak-anak membutuhkan semangat, butuh perlakuan wajar namun dengan sejumlah pembatasan.

Rasa sakit kanker pada pasien paliatif anak-anak sangat luar biasa, sungguh tak tertanggungkan. Obat penahan sakit biasa sudah tak manjur, karenanya dibutuhkan obat tambahan untuk meminimalkan rasa sakit itu. Sayangnya, obat tersebut masih menjadi kontroversi masyarakat, dikarenakan keyakinan pasien.
“Bukankah jiwa-jiwa suci itu berhak pergi dalam damai di penghujung hidupnya?.

Tim NAPAK RS. Sardjito ki-ka : dr. Rizky Ocktarini, dr. Dewiyani Indah Widasari Sp.PA., Ph.D, dr. Yulestrina Widyastuti, Yova Tri Yolanda, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog (Foto : Istimewa.)

Psikolog Pertama Alumni NAPAK

Yova sadar, masih banyak yang harus dikuasai selaku pendamping pasien kanker paliatif anak. Karenanya penikmat martabak mesir ini bersyukur saat berhasil lulus menjadi peserta NAPAK. Berhasil mengemban amanah Direktur Pelayanan RS. Sardjito Yogya yang telah memilih dirinya untuk mengikuti tes.

Alumni NAPAK saat ini siaga di sejumlah Rumah Sakit seperti RS. Sardjito Yogyakarta, RS. M. Djamil Padang, RS. Persahabatan Jakarta, RS. Fatmawati Jakarta, RS. Mohammad Hoesin Palembang, RS. Mitra Keluarga Bekasi Timur, Kenjeran-Waru, Jawa- Timur, RSK. Dharmais.

Penghobi crafting menyelesaikan tes TOEFL, tes tertulis, serta wawancara dengan Tata Memorial Hospital, dan Tata Institute of Social Sciences(TISS). Sebagai psikolog, Yova dinyatakan lulus untuk mengikuti pelatihan NAPAK bersama dua orang dokter di tempatnya bekerja.

Ia mulai mengikuti perkuliahan hybrid, internship di TMH, serta aplikasi langsung di Rumah Sakit Sardjito. Kian menantang dikarenakan syarat kelulusan peserta harus melakukan penelitian, kemudian dipresentasikan di depan penguji. Selain harus mengikuti ujian tertulis keseluruhan materi pembelajaran klinis maupun psikososial.

Sebagai satu-satunya psikolog yang mengikuti pelatihan pertama Napak untuk tenaga kesehatan, banyak hal-hal baru yang ia pelajari.
“Muncul challenge, dikarenakan backgroundnya dari humaniora, sementara teman-teman lainnya berprofesi sebagai dokter, dan perawat.

“Saya harus belajar dari awal ihwal anatomi, biologi, pengobatan, serta hal-hal klinis lainnya.
Beruntung teman-teman memberikan dukungan, dengan meluangkan waktu memberikan pembelajaran privat. Saya juga melakukan hal serupa untuk modul psychosocial yang menjadi background saya, “terang Yova.

Yova menambahkan, “Hal menarik lainnya dari pelatihan ini, pendekatan konsep total pain yang dialami pasien. Konsep yang dikenalkan oleh Cycely Saunders ihwal sakit pasien kanker tak hanya fisik, juga psikologis, sosial dan spiritual. Diharapkan NAPAK bisa menjadi jembatan untuk penanganan pasien lebih holistik”.

Role play kelas networking, dan advocacy di TMH Mumbai (Foto : Istimewa.)

Memahami Karena Berada Dalam Manajemen Perawatan Kanker

“Sakit pasien kanker tak berkutat ikhwal fisik, psikis. Tak boleh diabaikan sakit sosial seperti stigma, ketergantungan, masalah finansial, serta spiritual. Marah pada kenyataan, dan kehilangan tujuan, ” terang Yova.

Yova menambahkan, “Kendala tersebut butuh pendekatan yang menyeluruh untuk memperkaya wawasan, serta kemampuan dirinya sebagai psikolog klinis dalam melakukan asesmen, dan intervensi klinis.”

“Sebagai psikolog paliatif anak, saya juga berperan pada pasien dewasa. Psikolog paliatif memiliki dinamika yang berbeda yang hadir dari stigma. Ada yang menyetujui paliatif berarti tidak melakukan apa-apa, atau menyerah, “urai Yova.

“Butuh penanganan interprofesional dalam menyampaikannya. Tugas saya mempersiapkan pasien, dan keluarga untuk memahami sudut pandang medis, serta pendampingan emosional saat perawatan, “imbuh Yova.

Psikolog klinis asa bangsa ini mengingatkan pasien untuk mencegah agar tak memasuki fase paliatif, dengan berobat tepat waktu, serta tak terputus. Lebih bijak saat sudah terdeteksi di awal, segera melakukan pengobatan lewat medis.
Esensinya masyarakat harus menjalankan gaya hidup sehat, serta rutin memeriksakan diri secara medis terutama bagi mereka yang berisiko tinggi.

Sayangnya masyarakat masih terkungkung oleh ketakutan, stigma serta hal lain yang menyertai. Saya turut merasakan langsung, dikarenakan saat ini saya merupakan bagian dari manajemen perawatan kanker.

Background psikolog klinis, membuat saya mampu melihat dari sudut pandang orang lain. Hal penting yang harus diluruskan seperti pentingnya pengetahuan, serta manajemen emosi untuk melakukan deteksi dini.

Beberapa waktu lalu saya bekerjasama, serta mengembangkan keilmuan saya dengan menyebarkan informasi tentang kanker. Pentingnya deteksi dini, membuat metode edukasi yang selaras zaman, dengan harapan kolaborasi ini bisa menjangkau psikolog di faskes awal, serta komunitas.

Setelah mengikuti pelatihan NAPAK, saya banyak mendapatkan pemahaman baru seluk-beluk kanker, manajemen perawatan, serta hal lainnya yang berkaitan dengan pasien, keluarga, serta tenaga kesehatan.

Pengabdian kepada sesama selaras passion (Foto : Istimewa.)

Sahabat Bagi Jiwa Yang Lara

“Tugas saya selaku NAPAK menemani pasien dari awal pemeriksaan, hingga follow-up setelah treatment, mengobservasi, serta berinteraksi dengan pasien. Melihat, serta memahami sudut pandang mereka, serta hambatan apa saja yang mereka rasakan.
Kesemuanya itu akan memengaruhi mereka secara psikologis, “kata Yova.

“Berharap dengan ilmu serta peran yang saya jalankan membuat pasien lebih terfasilitasi, serta meningkatkan kualitas hidup mereka, “terang Psikolog Klinis bijak.

Obsesi ke depan, Yova akan menyebarluaskan pengetahuan yang dipelajari di NAPAK ke inner cyrcle, seperti yang dilakukannya lewat diskusi dengan mahasiswa Profesi Psikolog, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang praktik kerja profesi di RS.Sardjito.

Menurutnya, penting memotivasi teman yang sedang melakukan penelitian, untuk melihat dari sudut psikologis kondisi pasien kanker, karena bisa menjadi rekomendasi intervensi psikologis pada pasien, mengacu pada evidance based.

Dikarenakan masih banyak yang harus dipelajari tentang biopsikososial, Yova bertekad untuk fokus pada pasien kanker. Berharap jika diberi kesempatan, dia berencana untuk melanjutkan belajar yang berfokus pada hal ini.

Menurutnya banyak hal-hal baru nan menginspirasi selama belajar di India, seperti mempelajari materi Psycho-Oncology yang merupakan subspesialisasi dari Oncology. Fokus pada aspek psikologi, perilaku, serta dampak sosial dari kanker.

“Saya bersyukur, serta berterima kasih kepada Manajemen RS. Sardjito Yogya tempat saya mengabdikan diri. Pemerintah, Para Pemangku Kepentingan, Manajemen NAPAK, serta para Alumni untuk kesempatan berharga serta kerjasamanya, “pungkas Yova.