Wanitaindonesia.co – Jakarta, 29 Mei 2024 – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan kinerja 56 Perusahaan Asuransi Jiwa untuk periode Januari-Maret 2024. Di awal tahun 2024 ini industri asuransi jiwa membukukan total pendapatan sebesar Rp. 60,71 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon mengatakan bahwa industri asuransi jiwa mencatatkan kinerja yang positif di awal tahun 2024. Hal ini tentunya menjadi modal yang baik bagi industri untuk terus bertumbuh di sepanjang tahun 2024.
“Sepanjang periode Januari hingga Maret 2024, industri asuransi jiwa mencatatkan total pendapatan sebesar Rp. 60,71 triliun atau meningkat sebesar 11,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023. Kenaikan ini salah satunya dipengaruhi oleh naiknya pendapatan premi lanjutan,” ungkap Budi.
Sebagai sumber utama pendapatan perusahaan, total pendapatan premi industri asuransi jiwa pada periode Januari – Maret 2024 mencapai Rp. 46 triliun atau meningkat 0,9% jika dibandingkan dengan pendapatan premi di periode yang sama tahun 2023 lalu.
“Di awal tahun 2024 ini total pendapatan premi tumbuh tipis sebesar 0,9%. Hasil tersebut didorong oleh pendapatan premi lanjutan yang naik sebesar 3,3% dengan total nilai sebesar Rp. 19,35 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran para pemegang polis akan proteksi jangka panjang asuransi jiwa semakin baik. Sehingga tujuan industri asuransi jiwa untuk memberikan perlindungan keuangan kepada keluarga Indonesia di masa yang akan datang dapat terwujud. Sementara sumber pendapatan lain seperti hasil investasi juga tercatat positif dengan total pendapatan hasil investasi sebesar Rp. 12,32 triliun atau meningkat 99,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023,” lanjut Budi.
Sementara untuk total tertanggung, sampai dengan Maret 2024 ini tercatat sebanyak 81,76 juta orang dengan total uang pertanggungan sebesar Rp. 5.495,88 triliun.
“Dari data tersebut dapat menggambarkan bahwa setiap individu yang mempunyai asuransi jiwa rata-rata memiliki uang pertanggungan sebesar Rp. 67 juta. Jika dibandingkan dengan nilai upah minimum Jakarta saat ini sebesar Rp. 5,6 juta maka dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa industri asuransi jiwa dapat memberikan ketahanan keuangan keluarga kepada setiap pemegang polis selama kurang lebih 12 bulan jika terjadi risiko yang mengakibatkan kerugian finansial,” ujar Budi
Makin Tinggi, Klaim Asuransi Kesehatan Naik 29,6%
Tren kenaikan klaim atas asuransi kesehatan masih terus berlanjut hingga tahun 2024 ini. Pada periode Januari – Maret 2024 industri asuransi jiwa sudah membayarkan klaim tersebut sebesar Rp. 5,96 triliun.
Ketua Bidang Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI, Fauzi Arfan memaparkan bahwa di awal tahun 2024 ini secara umum total klaim yang dibayarkan industri asuransi jiwa cenderung menurun. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan klaim asuransi kesehatan yang terus mengalami peningkatan.
“Pada periode Januari hingga Maret 2024 ini industri asuransi jiwa telah membayarkan total klaim sebesar Rp. 42,93 triliun. Hasil tersebut tercatat menurun 5,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023. Penurunan total klaim ini disebabkan oleh menurunnya pembayaran untuk klaim meninggal dunia, nilai tebus (surrender) dan klaim lainnya. Sementara untuk klaim asuransi kesehatan justru mengalami peningkatan yang cukup tinggi yakni 29,4% dengan total nilai sebesar Rp. 5,96 triliun,” ungkap Fauzi.
Secara lebih rinci dari total Rp. 5,96 triliun tersebut porsi terbesar dari klaim asuransi kesehatan terdapat pada jenis produk individu di mana total klaimnya mencapai Rp. 3,89 triliun, meningkat 34% jika dibandingkan dengan periode Januari – Maret 2023. Sementara untuk klaim asuransi kesehatan kumpulan juga tercatat naik 21% dengan total nilai sebesar Rp. 2,07 triliun.
“Saat ini rasio klaim asuransi kesehatan terhadap pendapatan premi untuk produk tersebut sudah mencapai 97%. Rasio ini cenderung terus meningkat seiring dengan makin tingginya angka klaim kesehatan. Ada margin yang cukup besar antara pembayaran klaim dengan pendapatan preminya,” tambah Fauzi.
Untuk mengatasi tantangan ini, industri asuransi jiwa mengambil langkah-langkah seperti meninjau kerja sama dengan rumah sakit, mengevaluasi produk dan premi berdasarkan pengalaman klaim, serta memfasilitasi diskusi antar perusahaan anggota AAJI. Lebih lanjut, industri asuransi jiwa mendukung langkah OJK yang telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas.
Sejalan dengan itu, AAJI sedang mengkaji pembentukan metode pertukaran informasi antar perusahaan anggota untuk mewujudkan sektor kesehatan yang lebih transparan, akuntabel dan efisien.
“Menanggapi harapan OJK akan adanya transparansi di sektor asuransi kesehatan dan produk asuransi lainnya. AAJI tengah mempelajari pembentukan pusat data dengan tetap mengedepankan keamanan data nasabah. Kami berharap adanya pusat data ini dapat meminimalisir terjadinya fraud dan mempermudah proses underwriting di perusahaan asuransi,” ujar Fauzi.
Industri Asuransi Jiwa Tempatkan 35% Total Investasi Pada Instrumen SBN
Industri Asuransi Jiwa melaporkan total aset yang tercatat hingga Maret 2024. Dari 56 perusahaan asuransi jiwa yang melapor, AAJI mencatat total aset industri asuransi jiwa tumbuh 1,5% dengan perolehan nilai Rp. 620,47 triliun.
Kepala Departemen Insurtech AAJI Hengky Djojosantoso menuturkan bahwa perekonomian Indonesia pada periode kuartal pertama tahun 2024 tercatat stabil. Hal ini kemudian memberikan kontribusi positif pada iklim investasi yang kemudian memperkuat kepercayaan kepada investor untuk menempatkan dananya di berbagai instrumen investasi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya hasil investasi industri asuransi jiwa sebesar 99,8% menjadi total Rp. 12,32 triliun.
“Sampai dengan akhir Maret 2024, total investasi industri asuransi jiwa mencapai Rp542,95 triliun, meningkat 1,6% dibanding periode yang sama tahun 2023. Total investasi mengambil porsi terbesar pada catatan aset industri asuransi jiwa sehingga stabilitas iklim investasi memberikan pengaruh pada kinerja industri asuransi jiwa. Sampai dengan Maret 2024, penempatan aset investasi industri asuransi jiwa masih didominasi oleh instrumen SBN dengan porsi 35% atau sebesar Rp. 189,82 triliun. Sesuai regulasi yang mendorong penempatan dana lebih banyak di SBN, kami melihat SBN cocok dengan karakteristik kontrak jangka panjang asuransi jiwa, dan peningkatan ini mengukuhkan dukungan industri asuransi jiwa pada pembangunan jangka panjang pemerintah,” ungkap Hengky
Penempatan investasi lainnya yaitu pada Saham sebesar Rp. 147,94 triliun, Reksadana sebesar Rp. 75,53 triliun, Sukuk Korporasi Rp. 46,01 triliun, Deposito sebesar Rp. 39,57 triliun, Penyertaan Langsung Rp. 25,36 triliun, Tanah dan Bangunan sebesar Rp. 15,85 triliun dan instrumen lainnya sebesar Rp. 4,87 triliun.
“Industri asuransi jiwa merupakan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi. Termasuk dalam hal penempatan investasi, industri asuransi jiwa diatur dan diawasi secara ketat oleh regulator. Penempatan investasi yang baik akan memberikan manfaat kepada para pemegang polis dan juga menjaga stabilitas bisnis perusahaan. Kami mendorong seluruh perusahaan asuransi jiwa untuk senantiasa mengedepankan kepentingan pemegang polis dalam menjalankan bisnisnya termasuk dalam hal penempatan investasi,” tutup Hengky.