Boga Group Agungkan Lansia Lewat Kesempatan Bekerja

Berdaya jelang senja Foto : Istimewa.

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Menjadi lansia di Indonesia itu tak mudah, khususnya yang tak memiliki jaminan kesejahteraan hari tua.

Terkendala oleh beragam permasalahan kesehatan, ekonomi, serta kesejahteraan. Terstigma sebagai sosok yang tak berguna bagi kalangan pelaku industri, serta banyak yang diabaikan oleh keluarga inti, inilah realita lansia Indonesia.

Hari demi hari pun dilalui dengan tak mudah. Jauh di lubuk hati, para lansia yang dahulu produktif, serta turut memberi andil ke generasi berikutnya
masih ingin terus diagungkan marwahnya lewat karya, serta kiprahnya. Mereka tak ingin dikasihani, tapi ingin dihargai karena keberadaannya.

Terus siapa dong yang akan memedulikan kehidupan, serta nasib mereka? Tak satupun. Andai ada, orang baik itu langka lho, bisa dihitung jari.
Bertepatan dengan momen Hari Kartini, Boga Group yang dikomandoi Kusnadi Raharja mengapresiasi keberadaan lansia dengan berbesar hati, memberikan mereka pekerjaan di beberapa brand usaha resto mereka. Ini momen langka lho!.

“Kami mengapresiasi lansia di Indonesia agar terus berdaya, serta sejahtera. Mengingat jumlah lansia di Indonesia populasinya terbilang tinggi. Sebagian besar yang masih sehat ingin terus berkarya, menghasilkan pendapatan dengan cara-cara yang baik. Selain sebagian lansia itu memiliki ilmu, serta kompetensi yang patut diperhitungkan, dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berkiprah. Barometernya merujuk ke Singapura, serta Hongkong yang memiliki pekerja lansia yang cukup besar, khususnya di hospitality industri. (dikutip WanitaIndonesia.co dari media sosial Pepper Lunch)

Foto : Istimewa.

Mungkinkah Berdaya Saat Senja?

Katyusha praktisi lifestyle menyorot peran pengusaha dalam mempekerjakan lansia. Meski mulia, perlu dilakukan dengan penuh kehatian-hatian, dikarenakan hal tersebut belum lazim di lakukan di Indonesia.

“Okelah, kita mungkin lekat dengan keseharian pekerja lansia khususnya wanita yang menjadi kuli panggul di sejumlah pasar tradisional Yogyakarta, pedagang makanan, penyapu jalan dlsbnya.
Namun yang berkaitan dengan hospitality industri seperti di cafe, atau resto mewah sepertinya belum pernah ada. Oh, ada deh, saya tahu satu cafe di Jakarta yang mempekerjakan lansia, “terang Katyusha.

Katyusha melanjutkan, “Di negara Singapura, Hongkong lansia menjadi pramusaji itu lumrah. Alasannya klise, anak-anak muda di sana gengsi, serta tingginya biaya hidup yang mengharuskan lansia untuk bekerja.
Jika hal ini hendak dipraktikkan di Indonesia, harus
dilakukan dengan beragam pertimbangan, mengingat budaya Indonesia berbeda dengan budaya negara lain. ”

Masyarakat sangat menghargai keberadaan orang tua.
Ketika terjadi interaksi saat melayani pengunjung, tentunya membutuhkan hubungan timbal balik antar ketiga belah pihak.
Pemberi kerja, pekerja lansia, serta pengunjung.

“Harus dipikirkan saat resto ramai, pengunjung yang tak sabar, serta kondisi fisik, serta kesigapan pekerja lansia dalam bekerja.
Sekali lagi pihak pengelola resto harus jeli menyikapi pengunjung yang ingin mendapat layanan cepat, dikarenakan perut lapar, tak punya banyak waktu. Karena masih ada pengunjung yang kesabaran masih kurang, “imbuh Katyusha.

Katyusha menambahkan, Ikhwal rekrutmen yang dishare lewat media sosial, masih belum menjelaskan secara komprehensif soal syarat pekerja lansia, kewajiban, serta hak-hak mereka. SDM harus ekstra teliti, profesional dalam memberikan kesempatan kepada para lansia yang hendak bekerja sebagai pramusaji.

Kalau di resto itu kan identik dengan penampilan, standarnya harus bisa menjaga kebersihan diri. Salah satu permasalahan yang dihadapi lansia di Indonesia adalah ikhwal kesehatan gigi, dan mulut.

Kita sering membaca hasil survei resmi pemerintah, masalah kesehatan gigi, dan mulut merupakan permasalahan terbesar di Indonesia. Ini merata, dialami oleh semua sekmen
usia. Bau mulut menjadi permasalahan utama yang tentunya tak boleh ada saat seorang pramusaji bekerja. Selain itu bau badan juga hal yang tak diperbolehkan.

Eksperimen baru pengalaman kuliner lewat pramusaji Lansia.
Foto : Istimewa

Tantangan Kondisi Fisik, Psikis

“Saya melihat di Indonesia itu, usia 60 tahun ke atas identik dengan lansia yang rapuh, sakit-sakitan, serta memiliki hubungan sosial yang rendah, dikarenakan kerap diabaikan oleh keluarga inti, serta masyarakat. Jikapun ada yang sejahtera, ini tak banyak. Mereka berasal dari kalangan ekonomi mapan, atau memiliki background pendidikan, wawasan, serta latar belakang yang baik, “terang Katyusha.

Pertanyaannya?, siapkah mental lansia menekuni pekerjaan yang masih dipandang sebelah mata di Indonesia?. Juga keluarganya, anak, cucu, serta keturunannya dengan stigma seperti perkataan “Opa-Omamu pramusaji ya?. Kok masih dipaksa kerja?, atau disuruh bekerja di Pepper Lunch, Bakerzin, Putu Made.

Serta beragam ikhwal lainnya yang mungkin saja muncul di lingkungan tempat bekerja seperti hubungan dengan pekerja yang berusia muda. Atau pertentangan dari lingkungan.

Bagi Lansia atau keluarga yang setuju, serta berkeinginan berdaya, manajemen mensyaratkan tes EKG (evaluasi fungsi jantung), mendapat persetujuan keluarga inti. Pekerja lansia juga harus memiliki tinggi, serta berat badan proporsional. Mampu berkomunikasi dengan baik, ramah, serta minimal berpendidikan SMA.

Tugasnya menerima order, serta menyajikan makanan, membersihkan meja setelah tamu makan. Adapun hari kerjanya, 5 hari dalam seminggu, dengan jam kerja 4 jam dalam sehari, serta 1 jam istirahat.
Pekerja lansia berhak atas gaji, serta  makan. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini