Roslina Tampubolon Penerima Manfaat WSP ‘Mamak Antarkan Kau Nak, Raih Cita-cita’

Foto : Istimewa

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Sebanyak 500 orang Wanita Petani dan Istri Petani penerima manfaat WSP telah merasakan kualitas hidup, serta kesehatan mereka yang kian meningkat.

Roslina Tampubolon penerima manfaat yang berdomisili di Kabupaten Rokan Hilir – Riau menceritakan perubahan hidup keluarganya, setelah melaksanakan gaya hidup sehat berpedoman kepada modul yang diajarkan.

Ibu dan istri petani kelapa sawit ini menceritakan awalnya hidupnya datar, tak ada yang istimewa. Mengalir seperti biasa, layaknya kaum perempuan lain, yang suaminya menjadi petani sawit.

“Keseharianku disibukkan oleh rutinitas seperti bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suami dan anak-anakku yang hendak berangkat ke kebun, serta ke sekolah.
Usai tugas tersebut, masih menunggu pekerjaan rumah tangga lainnya. Membersihkan rumah, mencuci baju, memasak, dan tugas lainnya. Saat lelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga, aku istirahat sambil menonton televisi, “kata Roslina.

Ibu yang dikaruniai keluarga kecil nan bahagia melanjutkan, “Jauh dihati kecilku, aku masih merasa belum maksimal menjalankan peran sebagai istri dan ibu. Aku ingin membersamai mereka tanpa terkendala oleh penyakit, yang banyak dikeluhkan kaumku.

Selain itu, aku tak sabar ingin membantu ekonomi keluarga. Sederhana menjadi pembuat kue yang enak dan laku dijual. Uangnya akan ditabung untuk membiayai kebutuhan sekolah anak-anak, yang berbilang tahun kian mencekik leher, “tambah Roslina.

Roslina Tampubolon bersama suami, penerima manfaat WSP Musim Mas

“Walau aku dan suamiku hanya tamat SD, namun kami bertekad untuk membiayai sekolah mereka hingga ke jenjang pendidikan Perguruan Tinggi. Kasihan, kalau mereka hanya sampai SMA, susah cari kerja.
Babak baru kehidupanku pun dimulai, saat koordinator Petani Sawit di lingkungan- ku tinggal memberikan informasi WSP. Aku tertarik ikut karena programnya sesuai dengan keinginan kami, “tambah Roslina.

“Bersyukur aku terpilih dan bisa mengikuti pelatihan. Awalnya sih aku takut, bingung, serta grogi. Takut materinya sulit dan bahasanya tak nyambung, maklum Bapak-Ibu gurunya itu kan orang hebat, pintar dan berilmu. Apalah awak ini, jauh kali, “imbuh Roslina.

Roslina mengenang saat pertama bertemu, dan melakukan sesi pembelajaran, hatinya lega. Mereka sangat baik, seperti orang tua, Eda-Abangku, atau sahabat lama yang penuh kasih, serta perhatian.
Tak ada jarak, dan pelajaran yang disampaikan sebagian menggunakan bahasa ibu yang mudah kami mengerti. Untuk istilah kesehatan yang tak kami pahami, Bapak – Ibu guru itu pintar mencari arti, maupun padanan kata untuk kami mudah mengerti. Pokoknya Best of the Best-lah.

Bye… Bye… Garam, Gula, Lemak Berlebih

Aku dan seluruh peserta merasa nyaman, aktif dan bersemangat mendengarkan semua penjelasan mereka. Walau tamatan SD, aku gak terlalu tertinggal kok dalam menangkap pelajaran. Salah satu materi yang kelak merubah cara hidup keluargaku, adalah Nutrisi dan Kesehatan diantaranya memilah, memilih bahan pangan yang layak konsumsi, serta cara memasaknya.

Bapak Fotarisman menyebutkan pola makan gizi seimbang yang mencontoh Isi Piringku merupakan pedoman makan sehari-hari yang harus dipenuhi.
Aku ingat dahulu itu namanya 4 Sehat 5 Sempurna.
Tentu cara makan keluargaku tak sesuai anjuran Isi Piringku. Banyak yang kami langgar seperti konsumsi nasi berlebih. Wah, ternyata tak baik untuk kesehatan. Selain kami mengabaikan konsumsi serat yang berasal dari sayur-mayur dan buah-buahan. Pun protein yang dimakan masih kurang beragam, ikan menjadi lauk-pauk kesekian dalam tudung saji kami.

Cara mengolahnya lebih ‘gila’ lagi. Semua lauk-pauk lebih banyak digoreng. Pagi, siang, sore lekat dengan olahan gorengan, walau kami tak senang dengan istilah ‘menggoreng’ politikus.

Waktu itu menurutku lebih mantap, dan enak kali makanan yang digoreng. Kami hanya menurutkan selera, tak mampu berpikir panjang bahwa kelebihan lemak itu tak baik untuk kesehatan, bisa mendatangkan penyakit.

Ibu guru kami, Ibu Dewi melarang mengonsumsi gula, garam, serta lemak secara berlebihan. Aku baru tahu kalau kebutuhan sehari-hari gula dan garam harus dibatasi. Ada takarannya pula. Wah, tak boleh asal, kalau mau selamat.

Padahal hidup kami sudah terbiasa ‘enak’ dengan makanan yang tinggi akan kandungan garam, gula, dan lemak.
Aku sebenarnya sudah tahu dari dokter untuk membatasi garam, gula, dan lemak saat periksa ke dokter. Leher belakangku sering nyeri berkepanjangan, kaki kesemutan. Suamiku lain lagi, ia mengaku suka pusing, serta beragam keluhan lainnya pada badan.

Namun kami abai, dikarenakan gejala tersebut akan segera hilang dengan minum obat dokter, atau beli di warung. Namun tak lama, rasa sakit muncul kembali. Kami tak menganggapnya serius, dikarenakan belum menjadi penyakit. Tapi aku melihat teman-temanku, kerabat yang sudah terkena penyakit jantung, atau mengalami stroke memiliki gejala yang sama. Walau sudah terkena penyakit, mereka susah pantang.
Asal enak semuanya akan dilantak, tak lagi peduli akibatnya.

Bersyukur saat mengikuti WSP aku sadar, lalu meneruskan ajaran baik untuk melaksanakan konsumsi sesuai anjuran Isi Piringku ke suami dan anak-anakku. Awalnya tak mudah, mereka protes karena aku dituduh menyiksa. Dianggap Mamaknya ini akan membuat mereka kurus-kering, karena jumlah nasi yang aku takarkan ke piring, porsinya jauh lebih sedikit dari biasanya. Aku menyendokkan lebih banyak sayur dan lauk. Lauk-pauk yang digoreng aku batasi. Lebih sering olahan tumis dengan sedikit minyak, atau dimasak dengan cara dipanggang, maupun dikukus. Ide olahannya aku dapatkan dari guru-guruku yang pintar itu.

Padahal sebelumnya, lauk-pauk yang digoreng, sayur berlemak, serta nasi dalam porsi banyak menjadi kebiasaan makan di keluargaku. Makan dalam porsi besar dan tak sehat menjadi ukuran kepuasan saat kami bersantap, selain menggambarkan kemakmuran dalam tradisi suku kami. Tapi ternyata itu semuanya keliru.

Takut Mati, Berhasil Mengikuti Program

“Jujur tak bermaksud untuk melebihkan loh ya. Sebelum mengikuti WSP keluhan kami seragam. Tensi darah tinggi, kolesterol tinggi, gula darah tinggi, rentan asam urat. Ada beberapa teman yang terkena penyakit kencing manis akut, dan menjalar ke organ penting. Matanya menjadi buta. Iiih, amit-amit jangan sampai aku mengalaminya. Jika teringat itu, aku menjadi takut sendiri, “imbuh Roslina.

Saat mulai menjalankan modul dalam kehidupan sehari-hari, secara perlahan aku mulai merasakan perubahan pada kondisi tubuhku. Utamanya saat bangun tidur. Tubuh yang awalnya terasa berat, mudah lelah, dan mengantuk, kini terasa lebih ringan dan segar. Semangatku kian terpacu untuk melakukan beragam aktivitas, tanpa terkendala oleh rasa ngantuk dan lelah.

Untuk membuktikan hasil dari praktik hidup sehat, kami diminta untuk mengirimkan aktivitas harian seperti masakan yang kami makan, olahraga, serta aktivitas lain yang mendukung modul. Agar tak ada dusta diantara kita, kesehatan kami diperiksa secara rutin dua minggu sekali. Ini menjadi bukti bahwa kami sukses menjalankan program.

Roslina menambahkan, “Saat berhasil melaksanakan ke -3 modul dari program Nutrisi dan Kesehatan, kami menempelkan stiker di halaman buku modul. Kami-pun mendapatkan reward atas pencapaian ini. “Aih.., senangnya mendapatkan perhatian penuh dari orang-orang kaya, pintar, baik hati pula.”

Waktu sepertinya berlari, terasa singkat untuk hal-hal baik yang telah merubah hidup kami sekeluarga. Saat perpisahan itu tiba karena waktu program telah berakhir, aku dan wanita petani sawitnya lainnya merasa kehilangan induk semang, sedih kali.

Terbayang dipelupuk mata beragam kebaikan yang telah diberikan oleh Musim Mas, melalui guru-guru kami. Juga pendamping yang tinggal di lingkungan kami. Semuanya perhatian, sabar mendengarkan curhat kami, mencari solusi, serta rela berpeluh membantu kami. Untuk semuanya itu, saya Roslina Tampubolon beserta keluarga, serta seluruh penerima manfaat lainnya mengucapkan Terima Kasih.

Pesan Dr. Fotarisman dan Dr. Putri akan selalu kami ingat, serta dilaksanakan agar kehidupan kami menjadi lebih baik.
WSP harus sus…, sus.., ten…,apa ya?, kok susah kali. Pokoknya harus berkelanjutan, karena aku dan suamiku ingin membersamai anak-anak kami menggapai cita-citanya. Kelak mereka harus menjadi orang hebat, pintar, kreatif, serta baik hati seperti Dr. Fotarisman, dan Dr. Putri. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini