WanitaIndonesia.co – kanker yang rentan diderita Wanita Indonesia, Kanker Payudara dan Kanker Serviks. Ketidakpedulian wanita menjadi akar permasalahan utama di Indonesia mengapa kanker tersebut menjadi mematikan.
Upaya edukasi, campaign, serta tindakan pencegahan dan pengobatan senantiasa terus digaungkan secara masif secara offline maupun online. Butuh kesadaran serta dukungan keluarga, masyarak prevelansinya bisa ditekan dan diturunkan.
Mal Ciputra Jakarta berkolaborasi dengan Yayasan, Organisasi dan Komunitas Kanker kembali menghadirkan upaya berkelanjutan untuk memerangi kanker Payudara.
Memeringati Hari Kanker Payudara Sedunia Mal Ciputra bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Yayasan Kanker Payudara Indonesia, Center Information & Support Center (CISC) dan Knitted Knockers Indonesia (KKI) menyelenggarakan Pink Ribbon Campaign. adirkan edukasi berkelanjutan melalui upaya pencegahan, serta penanggulangan bahaya kanker payudara dan kanker serviks, yang prevelansinya, serta angka kematian terbilang tinggi di Indonesia.
Beragam agenda acara penting diselenggarakan diantaranya pemeriksaan gratis Mamografi dan Pap smear. Wanitaindonesia.co berbincang dengan dr Agatha dari Yayasan Kanker Indonesia Provinsi DKI Jakarta, serta Desy salah satu penerima manfaat pemeriksaan Pap smear secara cuma-cuma.
Menurut Dr Agatha pemeriksaan Mamografi dan Pap Smear menjadi agenda utama Pink Ribbon Campaign dikarenakan prevelansi penderita kanker payudara dan kanker serviks terbilang tinggi. Mirisnya kedua penyakit yang menjadi momok kaum wanita, seringkali baru terdeteksi serta diobati secara medis setelah kanker memasuki stadium lanjut. Ini dialami oleh hampir 70% pasien kanker payudara!.
Walau perkembangan terkini, kanker serviks mulai bisa dikendalikan sehubungan dengan masifnya edukasi, pemeriksaan yang menyasar ke berbagai lapisan masyarakat, namun tidak dengan kanker payudara. Kekinian, prevelansi penderita dan angka kematiannya tercatat sangat tinggi!
Sudah banyak dijelaskan faktor penyebab penyakit kanker payudara yang tak bisa dihindari seperti genetik, serta faktor yang bisa dihindari berupa lifestyle seseorang. Sayangnya walaupun edukasi, kampanye, tindakan preventif telah dilakukan secara masif, masih banyak kaum wanita yang abai dengan kesehatan organ reproduksinya.
Ayo SADANIS Sayangi Diri, Keluarga dan Hidup Anda!
Ada banyak penyebab, seperti sebagian besar wanita merasa baik-baik saja, dikarenakan tak ada riwayat genetik keluarga. Mereka juga takut akan stigma masyarakat yang menganggap penyakit kanker payudara kutukan, aib, serta hal-hal lain yang irasional.
Utamanya merasa takut bila didiagnosa menderita penyakit kanker payudara, karena dianggap akan merepotkan keluarga, identik dengan vonis kematian. Selain faktor ekonomi. Karenanya dalam setiap kesempatan dr Agatha tak pernah bosan untuk mengingatkan kaum wanita, agar lebih peduli dan rutin melakukan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) maupun SADANIS (Pemeriksaan Payudara Secara Medis), serta melakukan Pap smear.
Ia punya kiat tersendiri guna menggugah kesadaran para wanita yang menjadi target penyuluhan, serta pasiennya. “Ibu, sayangkah dengan orang terdekat ibu? “Yuk, selalu sayang diri ibu dengan rutin melakukan pemeriksaan, tentunya juga rajin melakukan pengobatan sesuai petunjuk dokter agar segera sembuh.”
Dokter Agatha sadar efek psikologis bagi pasien kanker payudara sangatlah tinggi utamanya dari faktor kepercayaan diri yang hilang. Karenanya selain dengan pasien, ia selalu memberikan semangat kepada keluarga yang mendampinginya agar lebih aware, turut merasakan bahkan ikut
seolah-olah terkena penyakit yang sama guna menghadirkan bonding berkualitas.
Pasien dan keluarga harus diedukasi pengetahuan ringkas seputar penyakit, upaya pencegahan, serta langkah-langkah yang harus dilakukan saat menjalani pengobatan medis agar tak terpengaruh dengan sumber berita hoax. Karena support system utama agar pasien sembuh itu berasal dari keluarga inti.
Awal dan Akhir yang Baik dengan Perawatan Paliatif
Dr Agatha lebih menyoroti aspek perawatan Paliatif dikarenakan sebagian besar pasien kanker payudara stadium akhir harus menderita didera rasa nyeri berkepanjangan. Padahal hal ini tak seharusnya terjadi jika pasien dan keluarga berdamai dengan keadaan dengan melakukan perawatan Paliatif.
Saat pasien dinyatakan memasuki stadium akhir (terminal) umumnya mereka syok, putus asa, serta memilih pasrah menunggu ajal. Pun halnya dengan keluarga inti.
Padahal pasien berhak akan akhir hidup yang lebih baik, tenang dan damai, tanpa didera nyeri berkepanjangan.
Selain pasien, tanpa disadari, pihak keluarga yang membersamai pasien tentunya akan didera perasaan sedih, yang akan memengaruhi kesehatan mental mereka. Ke depan bisa memicu terjadinya trauma mendalam.
Perawatan Paliatif bertujuan untuk memberikan dukungan kepada pasien agar lebih bersemangat, serta memiliki keinginan yang besar untuk berobat, walau sejatinya upaya tersebut tak akan bisa menyembuhkan penyakit kankernya.
Selama perawatan, dokter Onkologi akan membantu pasien meringankan gejala sakit berupa nyeri, dengan obat pereda nyeri tambahan. Dikarenakan nyeri merupakan gejala yang paling sering dialami pasien kanker pada stadium terminal.
Dokter Agatha menyayangkan perawatan Paliatif di Indonesia, serta beberapa negara di Asia seperti di Myanmar dan India yang masih belum optimal. Faktor utamanya rasa putus asa dikarenakan penyakitnya sudah tak bisa disembuhkan, serta keyakinan spiritual pasien.
Untuk mengatasi nyeri berkelanjutan tak cukup dengan obat nyeri biasa seperti paracetamol, namun seringkali diperlukan alternatif berupa analgesik opioid yang penggunaannya harus diawasi secara ketat oleh dokter.
“Agar perawatan Paliatif dijadikan opsi terakhir butuh upaya Pemerintah, praktisi medis, Yayasan, Komunitas, Staken holder, untuk mensosialisasikan ke masyarakat luas, khususnya kepada pasien dan keluarganya.
Esensinya Perawatan Paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, serta kenyamanan diri pasien di akhir hayatnya, “kata dr Agatha.
“Sebagai wanita dan ibu, dan praktisi medis, saya senantiasa terpanggil untuk melakukan edukasi, saran, serta menerima pertanyaan, serta curhat pasien dan masyarakat awam yang ingin mengetahui ikhwal penyakit kanker payudara dan kanker serviks. Penting dukungan lebih masif dan sepenuh hati dari pemerintahan, Yayasan, organisasi serta staken holder dengan menggencarkan edukasi, penanggulangan, serta tindakan preventif kepada kaum wanita. Contohnya acara Pink Ribbon Campaign dengan agenda penting pemeriksaan secara cuma-cuma Mamografi dan Pap smear bagi masyarakat, “jelas dr Agatha.
“Selain bertemu langsung, kami bersama relawan akan jemput bola dengan mendatangi komunitas di perumahan padat penduduk, serta menggencarkan edukasi melalui media sosial dengan gaya bahasa menarik dan mudah dipahami ikhwal kanker payudara dan kanker serviks, “pungkas dr Agatha.
Desy Lakukan Pencegahan Dini
Desy karyawan (43) merupakan salah satu penerima manfaat pemeriksaan Pap smear di Pink Ribbon Campaign.
Ia menceritakan kepada WanitaIndonesia.co pengalaman saat melakukan Pap smear.
“Saya bukan berasal dari kelompok risiko dari riwayat genetik. Tapi saya sadar, bahwa saya foodie, menggemari beragam makanan. Saya juga tak melakukan diet. Namun saya beruntung berada di inner cyrcle yang mementingkan kesehatan.”
“Pun secara pribadi saya berulang kali menerima edukasi secara offline dan online ikhwal kanker payudara dan kanker serviks, yang bisa diderita oleh setiap wanita!. Karena- nya sewaktu mengetahui program Pink Ribbon Campaign bekerja sama dengan Mal Ciputra yang merupakan tempat favorit saya menikmati beragam sajian lezat, serta berbelanja kebutuhan sehari-hari,
saya buru-buru mendaftar, takut kehabisan kuota, “ujar Desy.
“Bersyukur, saya kemudian lulus verifikasi dan menjadi salah satu dari 50 orang wanita penerima manfaat.
Pemeriksaan Pap smear yang saya lakukan ini merupakan pemeriksaan kedua, “kata Desy.
Pap smear merupakan pemeriksaan menggunakan alat sekali pakai untuk mendeteksi dini kanker serviks (kanker leher rahim), juga untuk mengetahui kondisi lain seperti terjadinya infeksi maupun peradangan. Dianjurkan untuk wanita yang berusia 21-29 tahun Jika di atas 30 tahun ke atas penting untuk melakukan Pap smear dan HPV secara bersamaan, setiap 5 tahun sekali. HPV bertujuan untuk mengetahui penyebab kanker serviks.
Jika hasilnya positif dokter akan melakukan beragam tindakan diantaranya pasien diharuskan untuk melakukan tes ulang, setelah beberapa bulan, guna memastikan apakah sel abnormal tersebut merupakan sel kanker.
“Pemeriksaan Pap smear dianjurkan secara rutin setahun sekali. Jika berbayar, biayanya cukup variatif di atas Rp. 400 ribu, namun di Klinik Graha YKI Jakarta hanya dikenakan tarif Rp. 200 ribu. Bahkan kami sering menyelenggarakan event deteksi dini secara cuma-cuma untuk warga DKI Jakarta. Tentu dengan biaya yang cukup terjangkau ini diharapkan semakin banyak wanita yang peduli dengan organ reproduksinya, “imbuh dr Agatha.
Desy melanjutkan, “Atas arahan dokter Agatha, rasa tak nyaman itu wajar bagi wanita yang melakukan Pap smear. Usahakan rileks, agar tak sakit. Saya juga berdoa, serta bersikap optimis bahwa saya sehat. Seandainya- pun terdeteksi, kondisi kesehatan saya akan jauh lebih baik, dikarenakan segera diketahui, serta ditangani secara medis.”
“Beruntungnya saya ditangani oleh bidan profesional, kerjanya sangat cekatan, ramah, serta humoris, sehingga rasa tak nyaman saat melakukan pemeriksaan terabaikan, “imbuh Desy.
Desy mengaku tak pernah menjalankan diet dengan pola konsumsi makanan hariannya. Ia jurus jitu berkelit dari kemungkinan terpapar kanker dengan menyeimbangkan asupan nutrisinya dengan mengonsumsi serat. Rutin berolahraga, melakukan manajemen stres, tak merokok maupun terpapar asap rokok, serta cukup istirahat.
Ia berharap di luar sana, kian banyak Wanita Indonesia yang peduli dengan aspek kesehatan organ reproduksinya. Jika perlu, buatlah komunitas kecil terutama yang berdomisili di pelosok untuk saling mengingatkan dalam kasih sayang dan persaudaraan antar sesama wanita, agar terhindar dari penyakit kanker payudara dan kanker serviks. (RP).