wanitaindonesia.co – Jujur deh, siapa di sini yang sudah sangat bosan dengan tayangan televisi yang isinya reality show yang terlalu di-setting, acara talkshow yang menghadirkan orang-orang dengan kontroversinya maupun komedi slapstick yang terkadang menghina orang lain, atau sinetron yang dinilai kurang mendidik? Meskipun kita merasa tayangan tersebut kurang secara kualitas, tapi penontonnya ternyata cukup banyak, Bela.
Menanggapi hal seperti ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mendorong Gerakan Siaran Baik, agar masyarakat bisa memilih tayangan atau program yang lebih positif.
“Gerakan Siaran Baik akan kita dorong masyarakat untuk memviralkan yang baik, contohnya program dari NET, secara kualitas memang baik, namun secara kuantitas atau penonton kurang,” ujar Komisioner KPI Hardly Stefano Fenelon Pariela dalam kunjungan di kantor IDN Media di Gedung IDN Media HQ, Jakarta, Senin (2/3) lalu.
1. Tidak semua ukuran Nielsen mencerminkan kualitas
Hardly menyebutkan banyak pihak yang mengukur kualitas sebuah program atau tayangan dari lembaga penelitian Nielsen sebagai patokan. Padahal, kata dia, tidak semua ukuran dari Nielsen mencerminkan kualitas.
“Tidak cerminkan kualitas tetapi kondisi pasar beda, walau pun bisa (jadi ukuran) kenapa yang dipilih kelas menengah ke bawah? Mengapa sebarannya hanya di 12 kota itu? Berbagai problem kita lihat bahwa penonton banyak, tetapi kualitas nggak terlalu bagus. Sebaliknya kualitas bagus tetapi penontonnya nggak banyak,” kata dia.
2. Tayangan berkualitas bisa mati
Jika hal ini terus dibiarkan, bukan berarti tayangan yang berkualitas bisa mati, karena tak ada yang menonton. Sehingga, lanjut Hardly, yang perlu diperbaiki adalah demand atau masyarakat itu sendiri.
“Jadi kita pikir bahwa industri ini hidup dari demand, jadi kita perbaiki terus supply-nya tapi demand-nya tidak. Padahal masyarakat yang menentukan, bisa-bisa program yang berkualitas bisa mati tayangan,” ujar dia.
3. KPI akan stimulasi pasar melalui gerakan siaran baik
Hardly berpendapat untuk mempertahankan program yang berkualitas, KPI harus bisa menstimulasi pasar melalui Gerakan Siaran Baik.
“Kita nggak bisa intervensi pasar tapi bisa menstimulasi, maka kita lihat fenomena agak aneh atau tidak ideal melalui Gerakan Siaran Baik, agar bisa menyentuh audiensi lebih banyak. Sehingga saat mereka menjadi sumber akan memengaruhi data Nielsen,” kata dia.
4. KPI akan gandeng 12 perguruan tinggi untuk menilai sebuah konten di berbagai platform
Sementara, Komisioner KPI Yuliandre Darwis menambahkan saat ini berbagai negara sudah melakukan evaluasi terhadap media baru dan fokus mengintervensi konten di setiap platform. Akibatnya, konten-konten yang dihasilkan tumbuh menjadi konten positif dan kreatif.
“Nah di kita (Indonesia) itu belum ada yang road map itu, semuanya berdasarkan rating berdasarkan rating, pokoknya hajar saja,” ujar dia.
Untuk itu, KPI akan menggandeng 12 perguruan tinggi se-Indonesia untuk melakukan riset terhadap konten dan menganalisis konten tersebut.
“Jadi bukan KPI yang menilai, tapi publik. Makanya kami menggandeng IDN Media untuk membuat visual narasi, agar publik bisa mengawasi dan memberikan asupan positif bersama-sama,” ujar pria kelahiran Jakarta 21 Juli 1980 ini.
Nah, tayangan berkualitas bisa dimulai dari diri kita sendiri lho, Bela. Ada baiknya mulai hari ini kita lebih selektif memilih tayangan yang akan ditonton. Jika tayangan berkualitas memiliki banyak penonton, tentu produser acara televisi beserta stasiun televisinya juga akan berlomba membuat tayangan serupa, bukan?
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul “KPI Heran Masyarakat Lebih Suka Tonton Tayangan Tidak Berkualitas”
Ya iyalah secara mental nya msh mental babu… jd hy bs kenyang dg tontonan yg murahan…