wanitaindonesia.co – Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi besar dalam menggerakkan ekonomi negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, 64 juta UMKM berkontribusi 60% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, serta menyerap 97% tenaga kerja. Sayangnya terkait ekspor, angkanya masih didominasi usaha besar. Kontribusi UKM masih sangat rendah.
Data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia menyebutkan, baru 13 ribuan UKM di Indonesia yang telah melakukan ekspor. Dan angka pelaku UKM wanita yang melakukan ekspor jumlanya sangat kecil sekali.
Berbagai usaha dilakukan pemerintah dan berbagai pihak untuk meningkatkan angka ekspor UKM. Wanita Wirausaha Femina dan Facebook #SheMeansBusiness pun turut mendukung pengingkatan ekspor khususnya bagi pelaku UKM wanita dengan menggelar program Scale Up Femina X Facebook Angkatan 2 Tahun 2021. Program akselerasi yang ditujukan untuk para wanita pemilik UKM yang mempunyai potensi ekspor ini juga didukung penuh oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Ada 6 sesi webinar yang berlangsung mulai Agustus hingga November 2021 yang diikuti oleh 116 UKM terpilih peserta Scale Up Femina X Facebook Angkatan 2 Tahun 2021. Salah satu sesi yang inspiring adalah sharing session Kiat Sukses tembus Pasar Ekspor bersama dua wanita pelaku UKM yang produknya telah berhasil tembus pasar ekspor. Mereka adalah Mega Puspita, co-founder Studio Dapur, yang sukses ekspor kerajinan bambu ke Australia, Korea, Jepang dan Amerika dan Swasti Adicita Karim, co-founder Java Fresh, yang sukses mengekspor buah tropis lokal Indonesia hingga ke 17 negara dan menggerakkan 3.000 petani buah lokal sebagai mitra.
Dari dua wanita wirausaha tersebut ada beberapa hal penting yang bisa jadi inspirasi Anda, pelaku UKM yang ingin melakukan ekspor:
1/ Melihat peluang
Pelaku usaha yang andal selalu dapat melihat peluang pasar yang dapat dimanfaatkan. Seperti Swasti yang secara sederhana melihat peluang ekspor buah lokal karena melihat kegemaran orang Indonesia menyukai buah-buah impor yang tidak tumbuh di negara tropis. Ia berpikir ada peluang kalau di negara lain buah-buah tropis dari Indonesia juga diminati. Inilah yang membuatnya terdorong untuk mendirikan Java Fresh, bisnis yang melakukan ekspor buah tropis ke berbagai negara. Sementara Mega, melakukan ekspor produk kerajinan bambu karena melihat kesamaan budaya dalam penggunaan perabotan bambu di negara-negara selain Indonesia.
2/ Pentingnya komunikasi
“Saat kesempatan ekspor datang, setelah memperkenalkan perusahaan, kami memperkenalkan produk, tidak hanya price list dan gambar tapi kami juga menambahkan penjelasan detail tentang produk seperti karakteristik produk, hingga cara perawatannya. Kami juga terbuka membicarakan soal kapasitas produksi, kebutuhan klien, dan lain-lain. Komunikasi seperti ini penting dilakukan, karena permintaan setiap negara biasanya memiliki kriteria yang berbeda,” ungkap Mega.
Ditambahkan Mega, dokumen berupa foto dan penjelasan tentang fungsi dan material yang digunakan menjadi sangat penting saat ingin melakukan ekspor, karena calon buyer belum bisa memegang langsung benda yang ditawarkan. Dokumen itu menjadi alat komunikasi yang penting untuk memperlancar ekspor.
Komunikasi dengan klien juga dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan klien dan menemukan solusi. Soal kemasan misalnya. Menurut Swasti kemasan menjadi salah satu hal yang penting yang membedakan memasarkan buah di dalam negeri dan luar negeri. “Bukan hanya branding, ada berbagai fungsi dari packaging yang harus dipertimbangkan dan terkait proses pengiriman, ”ujar Swasti.
Saat dikirim menggunakan pesawat misalnya, buah itu akan naik turun pesawat dan kemungkinan akan dibanting, kemungkinan kena hujan saat transit, yang bisa membuat boks rusak. Terlepas dari fungsi, ada juga permintaan soal packaging ini dari konsumen yang harus disesuaikan. Swasti mencontohkan, untuk pasar Tiongkok, kemasan bersifat fungsional saja, yang penting harganya murah dan tidak rusak, tidak masalah buah dikemas dalam satu boks besar. Sementara pasar Eropa yang cenderung individual, ada permintaan agar buah dikemas dalam porsi kecil-kecil agar lebih mudah dipasarkan tanpa harus repackaging. Untuk menemukan formula kemasan yang tepat, Swasti mengaku harus melakukan trial and error berkali-kali. Di sinilah komunikasi dengan buyer menjadi kunci produk bisa diterima dengan baik dam buyer kembali melakukan repeat order.
3/ Banyak cara menjangkau konsumen
Ada banyak jalan untuk menjangkau konsumen di luar negeri. Java Fresh berhubungan dan bekerja sama dengan importir di negara tujuan. “Merekalah yang akan mendistribusikan produk kami ke wholesaler, yang kemudian mendistribusikannya ke supermarket dan retailer,” ujar Swasti.
Sementara, Dapur Studio memiliki dua jalur ekspor, pertama dengan retailer yaitu toko kecil di negara tujuan impor, kedua dengan distributor yang akan menjual produk secara eksklusif menggunakan nama brand mereka.
4/ Menentukan negara tujuan ekspor
Menurut Swasti penting bagi pelaku usaha memiliki perspektif bahwa manusia itu punya rasa penasaran mencoba apa yang tidak mereka punya. “Kenapa leci dan kiwi laku di Indonesia laku di Indonesia, itu karena kita ingin mencoba sesuatu yang tidak kita punya. Dari pengalaman saya, ternyata manusia di seluruh dunia seperti itu.”
Meski begitu, ia memilih untuk mengawali pengalaman ekspornya dengan memilih negara tujuan ekspor yang memiliki regulasi yang relatif tidak sulit. Baru seiring berjalannya waktu dan pengalaman berusaha menjangkau negara yang aturannya lebih ketat.
5/ Tenaga profesional dan riset saat pengembangan produk
Dari segi desain kemungkinan ada perbedaan selera antara pasar lokal dan global. Mega menyarankan pelaku UKM untuk menggunakan desainer profesional saat pengembangan sebuah produk agar dapat merancang desain produk terbaik untuk ekspor. Kebetulan Dapur Studio didirikan oleh tiga orang yang memiliki latar belakang desain produk. Selain itu, menurut Mega penting riset marketnya harus jelas. Cari tahu selera, kebiasaan, tren, dan kondisi di negara tujuan ekspor.
6/ Hati-hati memilih rekanan
Saat memulai ekspor enam tahun lalu, Swasti melakukan beberapa tahap saat memilih rekanan bisnis di negara tujuan. Salah satunya dengan mencari tahu apakah calon rekanannya berpartisipasi dalam pameran dagang prestisius di negara tujuan ekspor. “Meskipun pandemi, di industri buah-buahan tetap ada pameran dagang daring walau tidak seefektif jika bertatap wajah langsung tapi acaranya ada dan bisa buat penjajakan,” ungap Mega.
Dalam memilih rekanan yang cocok, Mega memastikan rekanan mereka paham value merek yang dipegang Dapur Studio dan memiliki strategi untuk memasarkan produk-produk Dapur Studio.
7/ Pola pembayaran yang aman
Demi keamanan, Swasti biasanya memberlakukan aturan pembayaran 50 persen di muka bagi buyer baru, dan 50 persen setelah barang sampai. Seiring waktu, ketika kerjasama sudah berjalan baik bisa dinegosiasikan sesuai dengan kenyaman dan kepercayaan mereka terhadap buyer di negara tujuan ekspor.
“Pada saat tertentu seperti peak season biasanya kami terbuka dengan buyer agar pembayaran dilakukan lebih cepat sehingga produksi bisa berlangsung cepat. Mestinya mereka juga ada urgensi yang sama dengan kita untuk memperlancar proses ini, kalau mereka memang serius, karena mereka juga menghasilkan uang dari barang yang mereka beli,” ungkap Swasti.
Swasti juga menyarankan perusahaan menyiapkan rencana cadangan seperti pembiayaan tambahan untuk menjaga cash flow saat kondisi khusus seperti peak season.
Pola pembayaran di muka sebesar 50 persen juga dianut Dapur Studio, yang digunakan untuk menutup biaya produksi. “Pelunasan akan ditagih setelah barang terkirim. Yang terpenting kedua belah pihak telah menyepakati pola pembayaran ini sedari awal,” ungkap Mega.
8/ Jangan takut oleh bayangan sendiri
Mega menyemangati pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor agar tidak takut duluan dengan segala persyaratan dokumen. “Siapkan satu-satu saja dan jalani, insyaallah bisa,“ kata Mega, optimis.
Sepakat dengan Mega, menurut Swasti, terkadang yang menakutkan dalam usaha melakukan ekspor ada di dalam pikiran kita sendiri. “Jangan sampai hal-hal seperti itu menghalangi perkembangan bisnis kita, padahal potensinya besar. Memang ada hal-hal yang harus disiapkan, ada satu sampai lima belas hal yang kesannya banyak banget, tapi kalau kita kasih waktu untuk mempersiapkan satu per satu, semua bisa dikerjakan. Toh, ini bisnis kita sendiri. Enggak ada yang mengharuskan semua selesai dalam satu malam.”
Yang terpenting pelaku usaha memiliki komitmen untuk menyelesaikan segala dokumen yang diperlukan sehingga ekspor bisa berjalan. (f)