wanitaindonesia.co – Webinar Tren Pangan 2022 Bersama MNG Hadirkan Kreasi Menu Baru Nan Otentik untuk Milenial dan Keluarga yang terselenggara atas kerja sama WanitaIndonesia. co dengan P2MI, telah memberikan warna baru, atas cara pandang masyarakat terhadap produk MNG.
WanitaIndonesia sebagai media partner yang ditunjuk oleh P2MI pada rapat virtual telah memaparkan pengamatan tersebut.
Budi, jurnalis lifestyle selama bertahun-tahun berinteraksi dan mengamati perilaku masyarakat, atas cara pandang mereka terhadap produk MNG. Hingga didapat kesimpulan mengenai 3 kelompok tersebut.
Hal ini kemudian diapresiasi oleh Ketua Bidang Komunikasi
P2MI, Satria Gentur Pinandita dengan menjadikan pengamatan tersebut sebagai salah satu bahasan yang menarik pada webinar “Tren Pangan 2022 Bersama MNG, Hadirkan Kreasi Menu Baru Nan Otentik untuk Milenial dan Keluarga” , Kamis 3/11/2021 di Hotel Ciputra Jakarta.
Sebagai media partner, WanitaIndonesia mengedepankan profesionalitas dalam membahas suatu permasalahan, memahami permasalahan yang disajikan, serta turut urun rembuk dalam mencarikan solusinya. Khususnya pada produk MNG yang lekat dengan imbas pemberitaan hoax oleh media, maupun oknum masyarakat.
Adapun tiga kelompok masyarakat tersebut :
Kelompok Yang Menolak
Didominasi kelas atas Indonesia. Utamanya mereka memiliki intoleransi terhadap pangan tertentu, diantaranya tepung terigu, susu serta produk turunannya, yang jika dikonsumsi akan menimbulkan gangguan pada pencernaan.
Ada juga penderita penyakit degeneratif seperti kanker yang harus diet terhadap sejumlah bahan pangan tertentu.
Kelompok masyarakat kelas atas lainnya menganggap MNG berbahaya, dipercaya dapat memicu sejumlah permasalahan pada kesehatan. Karena termakan stigma dan tidak mau meng-up date pengetahuan serta penelitian yang absah, mereka larut dengan pemikiran keliru tersebut.
Muncul pula kelas sosial atas yang men-judge (menghakimi, memojokkan) MNG identik dengan pangan tambahan masyarakat kelas bawah. Dianggap akan merusak strata sosial mereka sendiri. Hadir pula istilah generasi micin yang justru ‘memperolok’ penikmat MNG yang sebagian besar berasal dari kalangan milenial sebagai generasi bodoh. Stigma dari generasi micin tersebut kian menguatkan kebencian pihak-pihak tertentu terhadap produk MNG yang tersertifikasi akan keamanannya.
Kelompok Kelas Menengah
Mereka ini pengikut yang sebenarnya tidak mengetahui secara detil apa yang mereka ikuti. Biar keren, selalu mengklaim bahwa mereka adalah penganut gaya hidup sehat. Tujuannya untuk menaikkan status simbol di masyarakat, serta dianggap moderen. Namun ketika disajikan makanan berbumbu MNG, mereka tidak mampu menolak, malah larut dalam kebahagiaan bersantap bersama umami.
Hal ini terlihat juga pada oknum pelaku usaha yang melabelin makanan yang dijual “non msg”, padahal malah menggunakan MNG atau menggantikan dengan produk turunannya.
Kelompok Penikmat MNG
Populasinya lebih besar dari kedua kelompok di atas. Sebagian besar merupakan generasi milenial.
Mereka lekat dengan kearifan kuliner lokal berbasis street food seperti bakso. Bakso menjadi satu-satunya ikon kuliner lokal yang mampu menjadi tuan rumah street food Indonesia. Senantiasa berinovasi dengan ragam produk, pelaku usaha, serta konsep berjualan menyesuaikan zamannya.
Setelah mengetahui adanya tiga kelompok masyarakat tersebut, kiranya pihak P2MI dapat memprioritaskan kelompok masyarakat mana
yang lebih potensial buat dirangkul, untuk menggaungkan keberadaan MNG yang telah lama menyempurnakan kelezatan sajian Indonesia, aman, halal dengan menghadirkan sejumlah agenda menarik, kreativ dan inovatif, menyelaraskan dengan perkembangan zaman.
Penting, berkolaborasi dengan media berkompeten yang memahami ikhwal MNG, guna mempercepat pemahaman masyarakat akan keberadaan MNG yang tersertifikasi aman, halal dan menyehatkan. (RP).